Beranda | Artikel
Apa Jenis Makanan dan Pola Makan Sesuai Anjuran Islam?
Kamis, 7 November 2019

Jenis Makanan dan Pola Makan Sesuai Kebiasaan Kaumnya

Cukup banyak kaum muslimin yang bertanya-tanya apakah jenis makanan dan pola makan yang menjadi anjuran agama Islam? Apakah harus makan jenis makan tertentu? ataukah harus makan beberapa kali sehari? Ataukan ada waktu dan jam-jam khusus untuk makan tertentu?

Jawabannya: secara umum, jenis makanan dan pola makan adalah sesuai dengan kebiasaan kaumnya selama tidak menimbulkan bahaya dan melanggar syariat, bahkan ada sebagian ulama yang menjelaskan bahwa disunnahkan memakan jenis makanan apa yang ada dan mudah didapatkan di negerinya/kaumnya. Inilah secara umumnya.

Baca Juga: Inilah Makanan dan Minuman Jin

Menyikapi Anjuran Khusus dalam Syariat Islam

Memang ada anjuran secara khusus, misalnya sunnah makan kurma (ajwah) 7 buah di pagi hari agar terhindar dari sihir, akan tetapi bukan berarti kita mengganti jenis makan dan pola makan dari kebiasaan kaum kita. Secara kesehatan ada juga jenis makanan khusus untuk tujuan tertentu, misalnya untuk diet khusus untuk menurunkan berat badan, diet khusus untuk penyakit ini, akan tetapi untuk menjadi pola hidup maka makanan itu disesuaikan dengan kebiasan setempat (kearifan lokal) sesuai dengan bimbingan para ahli kesehatan terutama ahli gizi. 

Kami buat contoh, apabila masyakarat indonesia biasa makan nasi sejak kecil dan terpapar nasi dari kecil, maka itulah makanan kebiasaan kaumnya. Hendaknya tidak diganti makan nasi dengan makan kurma (apalagi berkeyakinan kurma itu sunnah, ini tidak tepat). Apabila kita berbicara hukumnya, makan kurma itu hukumnya mubah, yang sunnah adalah apabila makan kurma sesuai dengan anjuran hadits semisal makan kurma ketika berbuka puasa atau ketika makan sahur. Secara kesehatan, kementerian kesehatan Indonesia juga telah mengeluarkan saran makan dengan program “piring makanku”, yaitu satu piring makan dibagi menjadi porsi karbohidrat, protein dan sayur sesuai aturan.

Jadi, jenis dan pola makan kita tetap sesuai dengan kebiasaan kaum kita selama ini dan hal ini tidak bertentangan melaksanakan sunnah-sunnah terkait makanan. Misalnya makan sahur dan berbuka pakai nasi, kemudian kita juga makan kurma untuk menerapkan sunnah makan sahur dengan kurma, demikian juga berbuka dengan kurma setelah itu makan nasi.

Baca Juga: Makanan Dihidangkan Ketika Adzan Sudah Berkumandang

Dalil Terkait Jenis Makanan dan Pola Makan

Dalil yang menunjukkan bahwa jenis dan pola makan kita sesuai dengan kebiasaan kaumnya adalah hadits ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditawarkan makanan “dhab” yaitu sejenis kadal gurun yang halal, tetapi beliau menolak memakannya karena itu bukanlah makanan kaumnya. Beliau menolak bukan karena haramnya, tetapi bukan makanan kebiasaan kaumnya.

Perhatikan hadits berikut dari Ibnu Abbas, beliau berkata,

أَنَّ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيدِ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مَيْمُونَةَ وَهِيَ خَالَتُهُ وَخَالَةُ ابْنِ عَبَّاسٍ فَوَجَدَ عِنْدَهَا ضَبًّا مَحْنُوذًا فَقَدَّمَتِ الضَّبَّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ عَنِ الضَّبِّ فَقَالَ خَاالِدٌ: أَحْرَامٌ الضَّبُّ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «لَا وَلَكِنْ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي فَأَجِدُنِي أَعَافُهُ» قَالَ خَالِدٌ: فَاجْتَرَرْتُهُ فَأَكَلْتُهُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ إِلَيّ 

“Khalid bin Al-Walid  mengabarkan kepada beliau bahwasanya beliau bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk menemui Maimunah (istri Nabi) dan Maimunah adalah bibiknya Khalid dan juga bibiknya Ibnu Abbas. Maka Khalid mendapati ada dhab(semacam hewan bebentuk iguana-pen) yang dipanggang (di atas batu panas). Lalu Dhab tersebutpun dihidangkan kepada Nabi shallalahu ‘alaihi wasallam. Nabi pun mengangkat tangannya tidak menyentuh dhab. Maka Khalid bertanya, “Apakah dhabitu haram wahai Rasulullah?’. Nabi berkata, “Tidak, akan tetapi dhabtidak ada di kampung kaumku, maka aku mendapati diriku tidak menyukainya”. Khalid berkata, “Akupun mengambilnya lalu menyantapnya, dan Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam hanya memandang kepadaku” [HR Al-Bukhari no 5391]

Dalam riwayat Muslim, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan itu bukanlah jenis makanan beliau,

كُلُوا فَإِنَّهُ حَلَالٌ وَلَكِنَّهُ لَيْسَ مِنْ طَعَامِي

“Makanlah oleh kalian, karena sesungguhnya daging ini halal. Akan tetapi bukan dari makananku” [HR. Muslim no. 3608]

Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan makan dhab karena tidak terbiasa makan dhab dan bukan termasuk makanan kaumnya. Beliau berkata,

وفي هذا كله بيان سبب ترك النبي صلى الله عليه وسلم وأنه بسبب أنه ما اعتاده

“Dalam hadits ini semuanya terdapat penjelasan sebab Nabis shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan makan dhabt karena beliau tidak terbiasa memakan dhab.” [Fathul Bari 9/580]

Ibnu Taimiyyah menjelaskan dari hadits ini, bahwa disunnahkan makan dan berpakaian sesuai dengan kebiasaan kaumnya dan negerinya, beliau berkata,

فَسُنَّتُهُ فِي ذَلِكَ تَقْتَضِي أَنْ يَلْبَسَ الرَّجُلُ وَيَطْعَمَ مِمَّا يَسَّرَهُ اللَّهُ بِبَلَدِهِ مِنْ الطَّعَامِ وَاللِّبَاسِ . وَهَذَا يَتَنَوَّعُ بِتَنَوُّعِ الْأَمْصَارِ

“Sunnah dalam hal ini adalah hendaknya seseorang memakai pakaian dan memakan apa yang telah Allah mudahkan (tersedia) di negerinya/kaumnya berupa makanan dan pakaian. Hal ini berbeda-beda seusai dengan (keadaan) negerinya.” [Majmu’ fatawa 22/310]

Ibnu At-Tiin menjelaskan bahwa karena Rasulullah shallalahu ‘alaihi merasa tidak berselera (agak mual) dengan dhab. Beliau berkata,

وَكَانَ هُوَ صلى الله عليه وسلم قَدْ يَعَافُ بَعْضَ الشَّيْءِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang merasa mual dengan sebagian makanan (dhab ini).” [Fathul baari 9/534]

Baca Juga: Bolehkah Memakan Makanan Acara Bid’ah?

Tidak Perlu Memaksa Mengganti Makanan Pokok

Jadi makanan tersebut adalah sesuai dengan kebiasaan kaumnya dan apabila kita tidak suka dan tidak, maka tidak bisa dipaksakan. Tidak harus kita mengganti jenis makanan pokok dengan kurma, mengganti makan nasi dengan nasi mandi atau nasi briyani (bisa jadi orang Indonesia mual apabila setiap hari makan nasi ini). Jadi tidak tepat apabila mengatakan sunnahnya adalah mengganti nasi dengan kurma sebagai makanan pokok karena makan kurma adalah sunnah.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjadi hukum asal apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka berupa makanan, minuman dan pakaian adalah sebuah adat/perangai sebagai seorang manusia yang hukumnya mubah. Beliau berkata:

وبهذا يتبين أن ما أحبّه صلى الله عليه وسلم من الأطعمة أو الأشربة أو الألبسة ونحو ذلك ، الأصل فيه أنه من العادات التي تفعل بمقتضى البشرية ، ولا يراد بها التشريع ، ككونه يحب الدباء ، ويعاف الضب ، ويلبس العمامة والرداء والإزار والقميص ، ما لم يدل دليل على التشريع

“Oleh karena itu jelas bahwa apa yang disukai oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa makanan, minuman, pakaian dan lain-lain maka hukum asalnya adalah perkara adat/perangai sebagai seorang manusia. Bukanlah dimaksudnya untuk menjadi syariat ibadah (tasryi’). Misalnya beliau suka labu dan tidak suka dhabb (seperti biawak padang pasir), misalnya juga memakai ‘imaamah (penutup kepala), baju, kain bawahan, gamis dan lain-lain selama tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa itu disyariatkan.” [https://islamqa.info/ar/answers/149523]

Ibnu hajar Al-Asqalani juga menjelaskan bahwa terkadang obat-obatan dosisnya berbeda sesuai dengan jenis makanan yang menjadi kebiasaan mereka, beliau berkata

فقد اتفق الأطباء على أن المرض الواحد يختلف علاجه باختلاف السن والعادة والزمان والغذاء المألوف والتدبير وقوة الطبيعة…لأن الدواء يجب أن يكون له مقدار وكمية بحسب الداء إن قصر عنه لم يدفعه بالكلية وإن جاوزه أو هي القوة وأحدث ضررا آخر

“Seluruh tabib telah sepakat bahwa pengobatan suatu penyakit berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan umur, kebiasaan, waktu, jenis makanan yang biasa dikonsumsi, kedisiplinan dan daya tahan fisik…karena obat harus sesuai kadar dan jumlahnya dengan penyakit, jika dosisnya berkurang maka tidak bisa menyembuhkan dengan total dan jika dosisnya berlebih dapat menimbulkan bahaya yang lain.”[Fathul Baari  10/169-170, Darul Ma’rifah]

Baca Juga: Barakah dalam Makanan Sahur

Silakan Makan Apa Saja Asalkan Halal dan Thayyib

Kami perlu tekankan kembali dari urusan jenis makanan dan pola makanan adalah sesuai dengan kebiasaan kaumnya. Ajaran islam mengajarkan silahkan makan apa saja asalkan halal dan thayyib dan inti utamanya adalah TIDAK berlebihan. 

Allah berfirman,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوٓا

“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)

Ibnu Katsir menjelaskan tafsir ayat ini,

قال بعض السلف : جمع الله الطب كله في نصف آية : ( وكلوا واشربوا ولا تسرفوا )

“Sebagian salaf berkata bahwa Allah telah mengumpulkan semua ilmu kedokteran pada setengah ayat ini.” [Tafsir Ibnu Katsir 3/384, Dar Thaybah]

Catatan Agar Hidup Sehat

Agar bisa hidup sehat, kita tidak hanya memperhatikan makanan tetapi perhatikan juga olahraga dan gerak. Sebagian orang hanya fokus ke diet saja tetapi tidak pernah olahraga dan bergerak. Orang dahulu mereka makan dengan pola kebiasaan kaumnya (makan nasi dan sarapan pagi) dan banyak bergerak serta berolahraga sehingga mereka tetap sehat.

Baca Juga:

Demikian semoga bermanfaat

@ Lombok, Pulau seribu masjid

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen, M.Sc, Sp.PK

Artikel www.muslim.or.id

Pemuraja’ah: Ustadz Abul Jauzaa’ Dony Arif Wibowo


Artikel asli: https://muslim.or.id/52524-apa-jenis-makanan-dan-pola-makan-sesuai-anjuran-islam.html